topbella

Tuesday, January 24, 2023

Nikmat Sehat

 Allah memiliki seribu cara untuk menguji hambanya, namun kita, memiliki seribu satu alasan untuk bersyukur.

 

Apabila kita ingin menghitung nikmat Allah setiap menit dan detiknya, maka niscaya tidak akan cukup seluruh hidup kita. Mulai dari anggota tubuh yang sehat, panca indera yang berfungsi dengan baik, oksigen yang dapat kita nikmati sesuka hati, bahkan perasaan sedih dan bahagia yang menjadi tanda kita masih hidup di dunia, semua itu adalah karunia yang tak terhingga.


وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ


Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [An Nahl/16:18].


Sering kali, kita melalaikan nikmat yang diberikan oleh Allah karena kita tidak memberikan nilai pada kenikmatan itu. “We take it for granted”. Kita Melewati hari seakan-akan semua yang kita rasakan dan alami adalah hal yang lumrah dan “normal”, sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan karunia dan nikmat dariNYA.


مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا


Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya.


Ibu saya pernah berkata, ketika melihat saya berdiam diri dan terlihat begitu bermuram durja, “Orang beriman itu rugi, kalau harus merasa bersedih apalagi sampai berputus asa, karena ada Allah yang sudah siap dengan semu ajalan keluar dan rencana yang indah untuknya.


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ


Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu) kesehatan dan waktu luang”.[HR Bukhari, no. 5933].


Kini setelah menjadi seorang ibu, rasa-rasanya, tidak ada hal yang paling menguras perasaan bahagia saya kecuali ketika anak-anak sedang diuji dengan kesehatannya. 


💙Hazim: 39,8

“Aku jangan dibuang ya… aku sayaaang sama kamu, aku hidup bahagia setiap hari, tolong sabar sama aku ya… jangan dibuang aku…”

“Aku benar-benar takut dengan angka-angka besar… coba hitung dari 1 sampai 1 juta… angka kecil semua baik.. mereka temanku… satu juta berusaha mengejarku.. tolong….”

💚Hisyam: 40,3

“Mie… tolong… maafkan aku… 😭😭. Aku menyakiti semua orang… 😭😭 tolong aku… semua keluargaku sedih karena aku… aku harus bagaimana.. tolong… 😭

💖 Isti: 39,8 anteng 40 masih tenang 40,5

“Mom.. tolong kakiku pegaal.. ayo lari.. tanganku pegal.. buku-buku mengejarku.. tolong… larii…”

Syafakumulloohu untuk semua yang sedang sakit 💜



Referensi : https://almanhaj.or.id/14163-nikmat-sehat-dan-waktu-luang-2.html




Monday, January 23, 2023

ATR2500-USB

Jadwal telah dipilih, tim akan terbentuk setelah kami semua selesai memilih tema yang ada. Perempuan-perempuan hebat ini, tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan proses itu. Setengah jam kemudian, kelompok-kelompok terdiri dari dua dan tiga orang terbentuk. Ada lebih dari tujuh tim yang akan membuat rekaman suara sesuai dengan tema yang telah ditentukan.


Saya dan dua teman lainnya memilih tema tentang Proses menjadi ibu rumah tangga, mulai dari bagaimana awalnya sampai dengan segala tantangan dan kesulitan yang dihadapi. Kami segera menentukan hari untuk mematangkan rencana kami. Awalnya, kami mendiskusikan mengenai apa saja yang akan kami sampaikan pada saat rekaman nanti, kami bertiga bergantian membuka diri, menceritakan pengalaman kami masing-masing, menit demi menit berlalu, tak terasa kami telah mengobrol hingga larut malam. 


Langkah selanjutnya adalah menentukan hari pelaksanaan. Dalam kurun satu minggu itu, saya merasa harus mempersiapkan semuanya dengan baik. Salah satu member tim kami, memiliki suara yang berat, dalam dan indah. Sedangkan suara saya cenderung ringan dan melayang, saya merasa akan “terbanting”olehnya. Saya harus melakukan sesuatu untuk mengimbangi suaranya itu.  


Selain berlatih untuk meningkatkan kekuatan suara saya dengan latihan pernapasan, mulailah saya mencari mikrofon yang akan membantu memperindah suara saya. Saya menonton video tentang reviu jenis-jenis pengeras suara, mulai dari yang memiliki harga yang terjangkau, sampai dengan mikrofon yang memiliki harga fantastis. Saya jadi mengetahui ternyata banyak sekali jenis mikrofon yang ada di pasaran. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.


Setiap malam sebelum tidur, selama satu minggu lamanya, saya menonton reviu mikrofon dan mulai menemukan satu dua jenis yang menarik minat saya. Saya mulai membanding-bandingkan antara keduanya, saya tidak ingin gegabah dalam memutuskan, saya memang membutuhkannya, tapi saya juga tidak ingin terlalu berlebihan, mengingat saya  masih amatir, dan belum tentu akan konsisten kedepannya nanti.


Suatu hari, suami pulang dari kantor, dan segera masuk ke kamar untuk membersihkan diri dan berganti pakaian, rutinitas demikian ini telah menjadi kebiasaan yang tidak dapat ditinggalkan semenjak pandemi. Saat saya masih sibuk menyusun sepatu dan tas kerja beliau di lantai satu, tiba-tiba saya mendengar suami berseru dari lantai dua, “Kenapa kok pakaian yang telah di setrika belum disusun di dalam lemari!”


Saya segera naik ke lantai dua dengan teheran-heran, langkah kaki saya menapaki tangga satu persatu dengan berat. Saya memang memiliki kebiasaan yang aneh. Saya suka menyetrika, namun benci saat harus menyusun tumpukan pakaian yang telah rapi itu ke dalam lemari. Makan biasanya, saya mengambil jeda  diantara dua kegiatan itu. Terkadang, jeda waktu itu sedikit lebih lama dari yang seharusnya, karena saya sambil melakukan hal yang lainnya. Dan suami sudah mengetahui hal ini, tumben suami memprotes hari ini, pikir saya.


Sesampainya di kamar, saya bersungut-sungut menarik keranjang pakaian yang berisi tumpukan pakaian suami, menyeretnya sampai di didekat lemari. Setelah memasukkan beberapa pakaian suami, saya terkejut melihat kotak putih di di dasar keranjang, bergambarkan mikrofon hitam dengan tulisan huruf kapital yang di bold gelap. Audio Technica ATR2500-USB. 


“Tadi sekalian lewat, semingguan mikir mau beli mikrofon, kan?” Tanya suami sambil tersenyum senang karena  kejutannya berhasil. Beliau pasti melihat ekspresi saya yang melongo.


Saya tersenyum canggung, tidak mungkin saya mengatakan yang sebenarnya padanya, maka saya memilih untuk segera tersenyum dan mensyukuri keperdulian dan kebaikan hatinya.



 

Sunday, January 22, 2023

Penyesalan Manusia

 Jadi, sekarang sudah 23.28 waktu Abu Dhabi, dan Laptop kesayangan masih belum ada tanda-tanda membaik. 🥲


Sudah beberapa bulan, setiap baru dinyalakan, muncul peringatan, kalau memori penyimpanan telah penuh, baik di dalam laptop itu sendiri, maupun penyimpanan daring, Ah! Mengapa selalu saya abaikan! Saya terima kecerobohan ini, mari memaafkan diri dengan menulis tentang ini.


Mengapa perasaan menyesal selalu kita rasakan ketika semuanya telah terjadi.. Dalam menjalani kehidupan, setiap waktu harus mengambil keputusan, saya ingin memikirkannya dengan baik terlebih dahulu, mempertimbangkan semuanya, setiap hal yang akan mempengaruhi hasil akhirnya. 


Melakukan terbaik yang bisa dilakukan, tidak menyerah pada keadaan, dan tidak bergantung pada orang lain. Saya tidak ingin nantinya harus menyalahkan orang lain apabila keadaan tidak berjalan sesuai yang saya harapkan.


saya tidak ingin menyesal. Saya tidak ingin memiliki perasaan seakan-akan belum berbuat yang terbaik, seakan-akan hanya memberikan setengah dari yang seharusnya. 


Untuk itu, semua usaha yang dilakukan, selalu dibarengi dengan do’a kepada yang maha kuasa. Memohon karunia untuk menguatkan hati dan membukakan pikiran, menetapkan rasa sabar dan ikhlas yang tidak boleh bertepi, seperti samudra yang dapat menelan dan menerima kenyataan sepahit apapun.


لَيْسَ شَىْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ“

Tidak ada sesuatu yang paling mulia di sisi Allah daripada doa“. [Sunan At-Timidzi, bab Do’a 12/263, Sunan Ibnu Majah, bab Do’a 2/341 No. 3874. Musnad Ahmad 2/362].




Jangan pernah merasa bahwa usaha keras kita sudah cukup. Ingatlah;


وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ


“Berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina“. [Ghafir/40 : 60].


Manusia adalah mahluk yang lemah dan bodoh, apabila daun yang jatuh adalah atas kehendah اللة, maka, apalagi hidup kita. Kesusahan dan kegundahan hati kita, kembalikan semuanya padaNYA. 


Bagi orang yang beriman, alangkah mudah hidupnya, tenang menjalani hari-harinya. Karena menggantungkan hidupnya pada Sang Maha Kuat.


أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجَزَ عَنِ الدُّعَاءِ وَأَبْخَلُهُمْ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلاَمِ


“Orang yang lemah adalah orang yang meninggalkan berdoa dan orang yang paling bakhil adalah orang yang bakhil terhadap salam“. [Al-Haitsami, kitab Majma’ Az-Zawaid. Thabrani, Al-Ausath. Al-Mundziri, kitab At-Targhib berkata : Sanadnya Jayyid (bagus) dan dishahihkan Al-Albani,As-Silsilah Ash-Shahihah 2/152-153 No. 601].


Mari menjadi muslim yang Kaffah, dengan menyerahkan SEMUA padaNYA.


وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ


“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran“. [Al-Baqarah/2 :186].




Referensi : https://almanhaj.or.id/72-keutamaan-dan-kemuliaan-doa.html







Saturday, January 21, 2023

Everglow (Part 10)

 Another World


Vio masih tidak mengerti apa yang telah terjadi. Setelah menutup telepon, Rey memintanya untuk tetap bersama Ivanna dan pulang bersama Henry ke rumah mereka, dengan membawa Ivanna bersamanya. Rey juga berpesan untuk tidak membicarakan atau menanyakan apapun pada gadis kecil itu mengenai orang tuanya. 


Pertengkaran tadi malam dengan Rey masih menyisakan kekesalan di hatinya, dan hari ini, dengan semua kekacauan yang terjadi, Rey masih juga tidak menunjukkan batang hidungnya, bahkan hanya menelepon dan mengatakan hal yang tidak masuk akal ini. Vio memperhatikan Ivanna yang tertidur pulas dipangkuannya dengan lembut. 


Ivanna adalah gadis kecil yang ceria dan sangat cerdas, tatapannya tajam, dan dia akan mengatakan apa saja yang ada  di dalam pikirannya.


“Vio, kita bisa pulang sekarang” Henry berdiri di hadapan Vio yang sedang tenggelam dalam pikirannya sambil mengusap rambut Ivanna dengan lembut.


Vio mendongak, dari cara Vio menatapnya, Henry yang sudah bersahabat dengannya sejak lama menangkap kemarahan dan rasa sedih yang terlihat nyata. “Vio, aku akan mengantar kalian pulang, Rey sudah menunggu di rumah”. Henry menjulurkan tangannya untuk mengangkat Ivannya yang tertidur ke dalam pelukannya.


Vio menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan-lahan, seakan-akan sedang melepaskan beban di dada yang membuatnya sesak seharian ini.


Ivanna tetap tidur sapanjang perjalanan mereka menuju rumah. Vio dan Henry tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Lima belas menit mereka tempuh dalam diam. Sesekali Vio mendengar gawai Henry berbunyi, namun Henry tidak bergeming, perhatiannya terpusat pada jalanan yang mereka lalui.


Setelah Henry memarkirkan mobilnya, Vio melihat Rey sedang memasukkan koper besar mereka ke dalam bagasi mobil yang terparkir di garasi. Vio hampir saja melompat turun begitu mobil benar-benar telah berhenti di halaman rumah.


“V!” Rey berlari menghampiri Vio tanpa menutup pintu bagasinya. Dia memeluk istrinya itu dengan erat. “Oh tuhan, kau tidak apa-apa?” tanyanya, tanpa melepaskan pelukannya. “Maafkan aku, aku benar-benar tolol”. Suara Rey bergetar karena menahan perasaannya.


“Rey, untuk apa koper-koper itu? Kau mau ke mana?” Vio melepaskan diri dari pelukan Rey. Dia Menatap matanya, mencari jawaban di sana.


“Orang tua Ivanna telah meninggal, hanya kita yang dia punya sekarang, dan dia tidak aman di sini, kita harus pergi secepatnya” Rey masing merangkul Vio dan menuntunnya ke dalam rumah. Vio membelalakkan matanya, namun tidak jadi mengatakan apa-apa karena mendengar suara Ivanna.


“Apa aku harus pindah lagi? Apa kalian akan mencarikan orang tua baru untukku?” Gadis kecil berumur enam tahun itu membuka pintu mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah dengan tenang. Dia melirik sekilas ketika melewati Vio dan Rey yang berdiri di depan pintu, menatapnya seakan-akan tak percaya pada apa yang baru saja mereka dengar.


Friday, January 20, 2023

Saya Ingin Seperti Mbak Tisa Julianti

 Saya suka mendengar, saya mensyukuri indahnya suara yang dihasilkan oleh manusia. Saya mengagumi kemampuan seseorang dalam menghasilkan suara yang dapat menggerakkan dan mempengaruhi jiwa yang mendengarnya.


Sejak kecil, saya terpesona dengan Mbak Tisa Julianti yang mampu menghidupkan setiap karakter yang disuarakannya, Setiap nama beliau muncul di akhir sebuah film yang saya saksikan, saya merasa bahagia. Lalu saya dan sahabat-sahabat saya mencobanya, menirukan gaya beliau menyuarakan tokoh utama berbicara, lalu kami tertawa terpingkal-pingkal, tak percaya, ternyata begitu sulit melakukannya.


Namun begitu saya tetap melakukannya, sekali, dua kali, lagi, terus lagi, dan menikmatinya. Saya juga selalu berusaha menirukan suara dari narator yang menarasikan rangkaian peristiwa bersejarah dengan suaranya yang renyah dan intonasi suara yang begitu indah di sebuah siniar setiap kali kami melakukan perjalanan, atau saat saya membersihkan rumah, atau memasak. Saat membaca buku dengan nyaring bersama anak-anak, saya menirukan gaya narator ini.


Ibu Profesional telah membangkitkan kembali mimpi dan passion saya mengenai hal ini, mengingatkan kembali mimpi mengikuti jejak mbak Tisa Julianti yang telah lama terlupakan dan tenggelam bersamaan dengan lahirnya impian-impian baru, perjalanan dan petualangan baru yang saya lalui, perubahan diri dan pendewasaan yang hadir dari setiap kesulitan dan kemudahan, pedih dan kecewa yang melelahkan, rasa sesak di dada, tangis, tawa, dan juga rasa syukur yang membahagiakan.


“Terima kasih” untuk Virus Corona yang membuka jalan bagi terlaksananya berbagai kelas online yang dapat diakses dari mana saja. Saya telah membaca narasi, mengisi suara, belajar secara mandiri, dan selalu dengan senang hati mengajukan diri untuk menyumbangkan suara kepada siapa saja yang membutuhkannya, selain sebagai arena “bermain” dan memfasilitasi passion saya, juga sebagai sarana promosi tentunya.


Saya ingin mengikuti kelas dan terus berlatih, sebagai sarana mengembangkan diri, meningkatkan kemampuan, dan membangun relasi. Imipan yang saya gantungkan tinggi di langit. Diiringi dengan do’a-do’a pada Sang Maha Kuasa.   Bismillaah, saya ingin menjadi seperti Mbak Tisa Julianti! Aamiin!! 


Thursday, January 19, 2023

Everglow (Part 9)

 


Now

Vio mengerang perlahan ketika mendengar suara getaran gawai dari meja disamping tempat tidurnya. 


“Yes, Mom” Vio memutuskan untuk mengangkat telepon dari ibunya, dia pasti sangat mencemaskannya karena sejak kemarin Vio mengabaikannya. 


“Apa kau sudah makan, Nak?” Suara ibunya terdengar begitu lelah. Ibunya adalah kepala pusat laboratorium penelitian.


“Aku belum lapar, bagaimana dengan ibu?” Vio meregangkan tangannya, sambil tetap menutup mata “Aku ingin tidur sebentar lagi” katanya. 


Ibunya tahu, Vio ingin menghindarinya, maka dia tidak membantah. “Jangan lewatkan meminum obat agar kakimu segera membaik, aku menyayangimu”.


Vio tersenyum, dia tidak seharusnya merasa kesal kepada ibunya, tapi perasaannya mengatakan, kalau orang tuanya menyembunyikan sesuatu darinya, dan dia tidak suka itu. Dia tidak pernah suka rahasia, sejak kecil, bentuk kejutan hadiah ulang tahun pun dia membencinya. Dia memilih untuk pergi bersama saat membeli kado untuknya, atau membantu menghias rumah untuk pestanya. “Ok” jawabnya singkat.


“Ayahmu ingin menelepon, tapi saat ini dia sedang berada di luar jangkauan, kurasa dia akan menghubungimu secepatnya ketika mendarat”. Ibunya menambahkan. Masih mencari-cari bahan pembicaraan, ingin mengobrol lebih lama. 


Mereka selalu berbicara di telepon setiap hari. Ibunya adalah sahabat baiknya, tapi mengapa perasaannya sedang sangat kesal saat ini, dia hanya ingin tidur. 


Tapi ibunya mengenalnya dengan baik, “Kamu masih kesal karena kakimu?” Dia tidak menyerah. Apabila seorang ibu menginginkan sesuatu, maka dia akan bertekad untuk mendapatkannya, dan sepertinya ibunya sangat ingin tahu apa yang sedang dia rasakan.


“Mom, ada seorang pemuda, jangan salah sangka, aku tidak pernah melihatnya sebelumnya, tapi.. Dia seperti.. Seseorang yang sangat.. Aku..tidak tahu bagaimana menjelaskannya..dekat?” Vio akhirnya membuka matanya, dia berbaring ke kiri, dan meletakkan gawai di bawah telinganya.


“Seorang pemuda?!” Suara ibunya meninggi. “Tentu saja! Pemuda yang menyelamatkanmu dari kanal?” Dia terdengar begitu antusias.

“Hmm.. Henry mengatakan sesuatu?” Vio bertanya penuh selidik, pantas saja ibunya tidak mencecarnya dengan berbagai pertanyaan, Henry telah menceritakan semuanya.


“Henry hanya mengatakan soal itu. Dia tidak mengatakan kalau kau menaruh hati pada pemuda itu”. Ibunya menggodanya.


“Apa? No! Aku hanya.. Entahlah.. Dia hanya terlihat..” Vio tidak meneruskan saat mendengar ibunya tertawa. 


“Jangan marah sayang, ayolah.. Kau sudah 21 tahun, dan baru kali ini kita membicarakan seorang pemuda, bayangkan betapa bahagianya aku” Mendengar nada kebahagiaan yang tulus dari ibunya, Vio tersenyum, dalam hati dia setuju dengan ibunya. Vio membicarakan tentang pemuda itu selama lebih dari tiga puluh menit lagi dengan ibunya. Perasaannya menjadi lebih baik sekarang. Hingga dia merasakan perutnya bergejolak karena lapar.


Vio tidak mengakui perasaan kesal yang dirasakan seharian ini karena dia melihat bagaimana gadis-gadis itu mengerubungi pemuda yang dia ceritakan pada ibunya tadi. Sudah pukul delapan malam, karena melewatkan makan siang, kini dia merasa benar-benar lapar. 


Dia berpikir untuk pergi ke kantin sambil menghirup udara segar. Kantin pasti tidak terlalu ramai karena telah lewat waktu makan malam. Dan begitu Vio sampai di sana, benar saja, hanya ada beberapa anak yang sedang menikmati hidangan mereka. Beberapa diantaranya Vio kenal karena pernah pergi ke Afrika bersama dalam misi kemanusiaan. Vio mengangguk dan tersenyum pada mereka dari jauh.


“Hey!” Vio menoleh mendengar seseorang menyapanya dari belakang. Rey.


“Hai” Vio menjawab dengan canggung. Dia menunjuk beberapa menu pada petugas kantin. Alisnya berkerut, dalam hati dia bertanya-tanya kenapa Rey masih ada di lingkungan asrama kampus? “Aku sungguh-sungguh yakin tidak pernah melihatmu” Katanya.


“Aku baru mendaftar tadi pagi” Rey menjawab singkat. Dia memesan menu makanan yang sama dengan Vio, lalu tersenyum ke arahnya.


“Tentu saja”. Katanya sambil memutar bola matanya.


“Kau tidak mengenalku sekarang, tidak di sini, tapi aku sangat mengenalmu, kita saling mengenal dengan baik satu sama lain, di dunia yang lain”. Rey mengatakan semua itu dengan tenang, lalu berjalan melewatinya dan mengambil nampan berisi makanan yang mereka pesan. Membayarnya, lalu berjalan ke meja terdekat. 


Vio masih terdiam, mematung, berusaha memahami apa yang baru saja Rey katakan padanya. Dia membalikkan tubuhnya, dan melihat Rey sedang mengatur makanan di meja untuk mereka berdua. Vio memiringkan kepalanya, ekspresinya melembut, ada yang aneh, pemandangan di hadapannya, Rey menuangkan minuman ke dalam gelas, dan mulai memotong-motong daging di piringnya. Entah mengapa terlihat begitu “familiar”, dan itu membuat jantungnya berdetak lebih kencang.


Wednesday, January 18, 2023

Everglow (Part 8)

Ana-anak saling meringkuk, memeluk lutut mereka. Vio menatap mereka satu persatu dengan pandangan menenangkan. Dia berusaha memberikan senyuman yang meyakinkan “kalian hebat, kita akan baik-baik saja”. Beberapa menit berlalu, meskipun rasanya lama sekali, tapi karena suara gaduh masih terdengar di luar, Vio tetap meminta anak-anak untuk tetap dalam posisi mereka. Dia memberikan isyarat dengan mengibaskan tangannya, meminta mereka untuk mendekat padanya, mereka beringsut merapat, anak-anak berumur lima tahun itu saling menguatkan. 


Vio telah membersamai anak-anak ini selama dua tahun. Dia mengenal mereka dengan baik. Memahami ketakutan dan kepanikan di mata mereka. Sepertinya mereka tahu bahwa kali ini mereka tidak sedang berlatih. Saat latihan, biasanya mereka masih akan sesekali tertawa, dan mereka berlindung di belakang lemari ini sebentar saja. Namun kali ini, lebih lama dari biasanya. Vio menangkap rasa gelisah dan kekhawatiran yang mulai terasa di ruangan sempit di balik lemari di belakang kelas itu, hingga dia berusaha mengusap dan membelai sepuluh anak-anak yang bergantung padanya itu dengan lembut.


Vio menatap pintu masuk ke ruang persembunyian mereka sekali lagi, memastikan dia telah menguncinya dengan baik. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali, menenangkan dirinya sendiri, pintu utama kelas juga telah dia kunci dengan benar. Vio memfokuskan telinganya, sepertinya keadaan di luar telah semakin tenang.


Dia berdiri untuk memeriksa keadaan di luar dengan menempelkan telinganya ke pintu besi yang dingin, matanya mengawasi layar monitor yang memperlihatkan keadaan di dalam kelasnya. Anak-anak menatapnya dengan ingin tahu. Vio menempelkan jarinya pada bibirnya agar anak-anak tetap diam, dia mendengar pergerakan di dalam ruang kelasnya. Dadanya berdegup kencang. Asap telah memasuki ruang kelasnya. Dia melihat wajah yang dikenalnya samar-samar muncul di layar dari balik asap, lalu mendengar ketukan pelan di pintu yang memisahkan mereka dengan dunia luar. 


“Vio! Apakah kalian di dalam? Apakah kalian baik-baik saja?” Vio terlonjak mendengar suara Henry di luar. Dia membuka pintu perlahan dan mengintip keluar, memastikan bahwa keadaan benar-benar telah aman. Sangat melegakan melihat Henry dan pasukan pengamanan telah mengatasi situasi. Vio memberi isyarat pada anak-anak untuk keluar dari ruangan bersamanya. Mereka semua bergerak keluar sambil tetap berpegangan satu sama lainnya.


Situasi telah benar-benar terkendali. Mereka semua berkumpul di ruangan olah raga yang besar. Anak- anak duduk berkelompok berdasarkan kelas masing-masing dengan guru pendamping mereka. Sementara staf sekolah sibuk hilir mudik, mendata semua murid, memberikan tanda pengenal, dan berbicara pada alat komunikasi mereka. 


Anak-anak akan dijemput oleh orang tua atau yang mewakili mereka masing-masing, dengan tanda pengenal atau surat kuasa yang diberikan oleh wali mereka, tanda pengenal ini harus mereka tunjukkan di depan gerbang sekolah. Murid-murid pergi bersama orang tua atau wali mereka satu persatu. 


Vio masih menggenggam tangan kecil Ivanna ketika salah seorang staff memanggilnya. Dia berdiri tanpa melepaskan genggamannya pada gadis kecil yang kebingungan itu. Di kelas Vio, hanya dia yang belum dijemput oleh siapapun. 


“Suami mu” Kata John singkat sambil menyodorkan telepon satelit hitam dan berat padanya.


“Hi Beib, Aku baik-baik saja”. Vio berkata lirih penuh penyesalan, dia bersikap tegar sejak tadi di hadapan anak-anak, juga saat Henry memeluknya, hatinya begitu lega dan bersyukur karena semua orang selamat, walau ada dua orang guru yang terluka. Para bandit itu mengobrak-abrik ruangan kelas yang lain, dan melewati ruang kelas Vio karena letaknya berada di lantai tiga, dan petugas keamanan berhasil melumpuhkan mereka sebelum mereka mencapai ruang kelasnya.


Suara Rey terdengar begitu cemas dan penuh rasa bersalah, “Aku akan menjelaskan semuanya nanti, apakah Ivanna masih bersamamu?” 


Vio menatap tangan kanan Ivanna yang masih berada dalam genggamannya, mata gadis kecil itu terpejam, tangan kirinya memeluk erat kaki kanannya, kepalanya mulai terkulai. Vio duduk dan meletakkan kepala gadis kecil itu dipangkuannya, mengusap rambutnya. “Dia bersamaku, tunggu..” Vio tidak melanjutkan kata-katanya. Mengapa suaminya menelpon untuk menanyakan muridnya?  




Tuesday, January 17, 2023

Everglow (Part 7)


Vio mengawasi murid-muridnya yang sedang membuka bekal makan siang mereka sambil bercanda dan tertawa riang sesama mereka. Kathy, gadis kecil berkuncir dua sedang membuat wajah yang begitu menggemaskan karena rasa kecut menggigit strawberry dari garpunya. Vio tersenyum, bersama anak-anak ini, melihat tingkah laku mereka sepanjang hari, sedikit mengalihkan kegundahannya sejak pertengkaran dengan Rey semalam. Rey memang tidak menyentuh gawainya sama sekali, dia mengabaikan pesan dan panggilan masuk dari Rita yang menghubunginya tiada henti. 


Rey terlihat sekali menahan diri untuk memberikan komentar pada wajah Vio yang cemberut dan hanya menanggapi ceritanya sekedarnya saja. Dan Vio, sudah lelah membicarakan mengenai Rita yang tidak akan ada ujungnya. Ini benar-benar membuatnya kesal. Paginya, dia berangkat mengajar ke sekolah dengan mata yang sembab dan hati yang gundah gulana.


“BAANG!” Tiba-tiba suara tembakan keras membuyarkan lamunan Vio. Anak-anak berteriak dan berlarian ke sana kemari. Vio berlari ke depan pintu kelas, dan melihat asap tebal dari ruang guru di lantai satu. Beberapa guru berlari melewatinya dengan wajah pucat pasi, kelas di dia bertatapan dengan Mrs. Regan yang menjulurkan wajahnya dari pintu kelas sebelah, lalu mengunci pintu kelasnya dengan panik. Vio baru saja akan melakukan hal yang sama, ketika dia  melihat beberapa guru yang berlari melewatinya tadi hampir sampai ke ujung lorong, lalu mereka jatuh  terjerembab sebelum berbelok ke sebelah kanan.


Vio terkesiap, dia memekik tertahan, otaknya berpikir cepat, sebelum dia memutuskan untuk mengejar dan membantu mereka, dia melihat bayangan gelap dari sudut matanya, dua orang bersenjata sedang berlari cepat dari lorong sebelah kiri. Vio memutuskan untuk menutup pintu kelasnya, menguncinya, mematikan lampu, memberi isyarat pada anak-anak untuk menutup mulut mereka, bergerak secepat yang mereka bisa, tanpa suara, menuju balik lemari di belakang kelas. Anak-anak mengangguk dengan patuh, mereka telah melakukan latihan semacam ini berulang kali. Mereka berjongkok dan mendap-endap dengan tertib. 


Sekolah ini adalah sekolah elit tempat anak-anak politikus, pejabat, atau pengusaha kelas atas menyekolahkan anak-anak mereka. Dengan keamanan tingkat tinggi, bagaimana dua pria bersenjata itu bisa masuk dan membuat keributan semacam ini? Protokol keamanan, polisi akan datang tidak kurang dari sepuluh menit apabila ada yang memanggil mereka. Vio merogoh saku celananya untuk mencari gawainya yang tidak ada di sana. Dia baru menyadari kemarahannya pada suaminya telah merugikan dirinya. Karena tidak ingin membalas pesan atau berbicara dengannya, dia meletakkan gawainya di dalam tasnya dan menyimpannya di laci mejanya, di depan sana. Dia memejamkan matanya, tangannya merangkul dua murid termuda yang meringkuk dalam pelukannya. 



Monday, January 16, 2023

Everglow (Part 6)


Vio menghadiri pelajaran hari itu dengan tertatih-tatih. Semua orang berusaha menanyakan apa yang terjadi pada kakinya, dan Vio hanya menjawabnya dengan singkat “Aku terkilir saat berlari pagi di tepi kanal”, dengan sengaja menghilangkan bagian Rey menopang tubuhnya yang hampir jatuh ke dalam kanal dan berusaha sekuat tanaga menghapus kenangan manis saat dia begitu dekat hingga dapat mencium aroma strawberry yang begitu akrab di hidungnya.


Hanson beringsut mendekatkan tubuhnya ke arah Vio dan terus saja berbisik-bisik menawarkan untuk membantunya berpindah dari satu ruang kelas ke ruang selanjutnya. Namun Vio dengan halus menolaknya, menjadikan Gina sebagai tameng dengan memohon melalui sudut matanya “Ku mohon” dan Gina hanya mengangguk sambil memutar bola matanya. Tetap saja Gina meraih tas dan buku-buku di meja Vio dengan cekatan. “Lets go, Princess” godanya.


Sampai pukul empat sore, Vio memutuskan kembali ke asrama saja. Dia merasa tidak nyaman harus terus membuat alasan untuk menghindari Hanson, juga sangat menyebalkan harus bergantung pada orang lain untuk itu. Gina dengan senang hati membantu, juga teman-temannya yang lain, para gadis itu sudah sering menghadapi situasi semacam itu. Dimana mereka harus bersatu, saat menghadapi pria yang berniat baik, namun mereka benar-benar tidak tertarik. 


Rachel akan membawakan makan malam untuknya ke kamarnya. Ia sungguh prihatin dengan keadaan Vio yang terpincang-pincang, masih harus menenteng ransel yang berat dan berusaha berjalan secepat seorang yang berkaki satu menghindari pria-pria yang mencoba mengambil kesempatan untuk mengambil hatinya. Melelahkan. 



Another World


“Kau tahu aku tidak bisa membicarakan soal pekerjaanku padamu, V” Rey berbisik sambil memelas. Dia Telah menjelaskan berulang kali, bahwa pekerjaannya bersifat sangat rahasia.


“Henry memberitahuku kalau kalian hampir saja berhasil” Vio menyibakkan rambutnya dengan kesal. Dia menatap suaminya dengan penuh selidik. “Henry juga bilang kalau kau dan Rina sedang mengerjakan projek yang lain”. Pancingnya.


Rey mengenal dengan baik perempuan di hadapannya ini. Dia sedang kesal, rasa ingin tahunya telah mengalahkan akal sehatnya. “V, aku dan Rina memang sedang mengerjakan sesuatu, pekerjaan, tidak ada yang perlu membuatmu khawatir”. Rey tersenyum lembut, dia menyodorkan daging yang telah dia potong-potong ke hadapan istrinya yang sedang merajuk itu. “Maaf karena sering membuatmu menunggu. Aku janji, setelah proyek ini berakhir, semua akan kembali seperti semula”.


Sejak tiga bulan lalu, Rey tidak pernah lagi pulang sebelum pukul dua belas malam. Tidak pernah lagi menjemput Vio dari sekolah, bahkan saat hujan sangat deras. Rey hanya menelpon dan meminta maaf karena membiarkannya pulang kerumah naik bis kota. Vio memahami bahwa suaminya itu sedang bekerja sangat keras. Henry, sahabatnya, yang juga bekerja bersama suaminya, memastikan bahwa mereka sedang harus bekerja tanpa henti karena sesuatu yang berhubungan dengan banyak orang. Dari penjelasan Henry yang singkat itu, Vio dapat merasakan betapa pentingnya hal ini, juga betapa berbahayanya. 


Lalu Rita, entahlah, apakah Vio sedang berlebihan. Ataukah memang harus ada yang dia pertanyakan. Suaminya sering kali berbicara dengan Rita di telepon, bukankah mereka telah bekerja seharian di dalam laboratorium? Tidak bisakah dia tidak menghubunginya saat Rey sedang berada di rumah? Bahkan saat mereka sedang makan malam berdua seperti saat ini, malam ini pertama kalinya sejak tiga bulan yang sibuk.


Rey menjemput Vio dari sekolah, dia membawakan buket bunga yang cantik sekali. Murid-murid yang masih menunggu dijemput menyoraki mereka dari jendela. Vo pikir hari ini akan menjadi awal kembalinya rutinitas mereka. Namun, ternyata, Rey mengatakan akan lebih sibuk lagi kedepannya, saat Vio sedang berusaha menata hatinya, dia melihat nama Rita tertera di layar gawai suaminya. Vio menghembuskan nafasnya yang tertahan. Meletakkan garpunya dengan perlahan, dan menjauhkan piringnya dari hadapannya. 






Sunday, January 15, 2023

Everglow (part 5)

 Now Days


“Aku baru saja selesai membaca tentangmu di basis data kampus” Rheinhart berusaha melemparkan senyuman termanis miliknya. Hari ini benar-benar melelahkan untuknya, dan akhirnya dia memahami mengapa Henry mengacuhkannya. “Pantas saja kau tidak mengenalku” tambahnya. Rhainhart menyibakkan rambut yang menutupi matanya, dan gerakan kecil yang tanpa disadarinya itu, memberikan efek yang tidak terduga pada Vio. 


Vio menghela nafas panjang, berharap itu bisa memperlambat laju jantungnya yang berdegup tak karuan. Sebuah perasaan yang aneh untuknya. Selain memiliki mata kucing yang indah, aromanya yang seperti stroberi, lelaki yang duduk di hadapannya ini pasti tidak tahu kalau Vio belum pernah dibopong selain oleh ayah dan kakaknya. Dia adalah gadis yang belum pernah berada sedekat itu dengan seorang pria. Vio menundukkan pandangannya dan memegang dadanya yang tiba-tiba terasa sakit. Nafasnya sesak, entah mengapa, dia jadi ingin menangis.


“Kau tidak apa-apa?” Suara Rheinhart membuat Vio mendongak. Saat Rheinhart mengulurkan sapu tangan padanya, Vio menyadari kalau pipinya telah basah oleh air mata. 


“Aku akan kembali ke kamar, sampai jumpa Rey” Vio meraih dua kruk yang disandarkan pada meja di sebelah kirinya. Henry berdiri dan berjalan di samping Vio yang terpincang-pincang dengan bantuan kruknya. Sementara itu Rheinhart mematung, tangannya masih menjulurkan sapu tangan yang diabaikan oleh satu-satunya orang  yang memanggilnya “Rey”. Sudah lama sekali dia tidak mendengarnya, apakah Vio telah mengingatnya?.


“Aku tahu sepertinya hari ini terlalu banyak hal yang terjadi” 

“Henry, sebenarnya ada apa? Siapa Rey?” 

“Aku hanya tahu kalau kita seharusnya saling mengenal, di dunia yang lain, kau tahu, seperti film Marvel?” 

Vio menghentikan langkahnya, “Kau ingin aku percaya hal itu nyata?” Vio mengatakan ini dengan menggertakkan giginya.

“Apa menurutmu Rhein tidak nyata? Dia ada di sana!” Henry membalasnya dengan merentangkan tangannya mengarahkan telunjuknya ke arah lorong di belakang mereka.. 


Vio mengikuti arah yang ditunjuk oleh Henry, dan dia melihatnya di sana, di ujung koridor yang baru saja mereka lalui. Rey sedang berdiri mematung, menatapnya dari kejauhan, dikerubuti oleh beberapa orang perempuan.


“Oh! Setidaknya aku tahu kalau dia adalah tipe yang mudah bergaul”. Vio mendengus, dia berbalik dan kembali berjalan ke kamarnya dengan kesal.  


Henry mengernyitkan dahinya, dia mengalihkan pandangannya pada Vio, lalu pada Rheinhart yang sedang terlihat kewalahan meladeni gadis-gadis yang mengerubutinya. Henry menghela nafas panjang. Melihat Vio yang baru saja membanting pintu kamarnya, Henry memutuskan untuk menghampiri Rheinhart dan berkata “Rhein, kau harus mentraktirku sarapan, aku ada kelas pukul 10, kita harus bergegas” sambil melewatinya begitu saja.


Rheinhart melihat itu sebagai kesempatan untuk melarikan diri. Dia bergegas mengikuti Henry dan melingkarkan tangannya di bahunya. “Terima kasih” bisiknya.









Saturday, January 14, 2023

Eveeglow (Part 4)

 Vio masih membisu bahkan sampai saat dia hanya tinggal berdua saja dengan Henry di perlustakaan. Henry berusaha sekuat tenaga mengabaikan Vio yang dengan sengaja mengirimkan pandangan tajam “meminta penjelasan”. 


Henry berjalan ke sana ke mari, menyusun kembali buku-buku yang telah dikembalikan oleh anggota perlustakaan. Beberepa kali dia mencuri pandang pada Vio dari balik rak buku yang panjang. Dan setiao kali itu pula, matanya menangkap mata Vio yang tidak melepaskan sedikitpun perhatiannya padanya.


“Aku benar-benar tidak mengenalnya, saat ini, di dunia yang ini, kurasa..” Henry menyerah, dia melemparkan buku tebal bersampul cokelat muda kehadapan Vio. Gadis itu membaca tulisan berwarna keemasan yang ditulis dengan huruf kapital bergaya romawi “Multiverse”.


Vio melemparkan pandangan padanya “Usaha yang bagus, coba lagi.” Henry menarik nafas dan menghembuskannya dengan keras. Lalu dia menarik kursi disamping Vio, dan membuka beberapa halaman buku itu. Dia berhenti pada lembar yang ditandai oleh kertas kecil, Vio mengenali tulisan tangan di sobekan kertas itu, tulisan Henry.


“Aku mengenalmu sejak berusia lima tahun. Henry Nicholas Jr.” Vio memperhatikan Henry dengan cermat. Mencari tanda-tanda Henry sedang bercanda atau menggodanya. Namun melihat ekspresi Henry yang tidak berubah, Vio lalu mengalihkan pandangannya pada kertas kecil yang terselip itu, lalu membaca tulisannya dengan perlahan-lahan.


“Danny, Zack, Vio, Rheinhart…” Tulisan nama-nama itu masing-masing diberi nomor yang berurutan. Vio menoleh pada Henry dengan keheranan, “Mengapa kau menulis nama-nama ini? Daftar apa ini?”. 


“Henry Nicholas Jr. di sini adalah seorang atlet taekwondo dan perenang yang handal. Tidak terlalu menonjol untuk urusan akademik, namun mendapatkan beasiswa karena olah raga.” Henry dan Vio menoleh ketika mendengar suara dari lorong buku di belakang mereka. Rheinhart berjalan mendekati mereka dan duduk dihadapan Vio. “Henry yang kukenal, adalah seorang ahli geofisika dan matematika.” Tambahnya. 


Vio mengerjapkan matanya beberapa kali, masih belum mamahami sepenuhnya.


Another world


“Henry, kita berkejaran dengan waktu, tapi kita masih berkutat di sini. Satu lagi konfigurasi. Ku mohon… tolonglah….” Rheinhart menjambak-jambak rambut ikalnya yang berwarna pirang keemasan. Kepalanya tertunduk lesu. 


Henry melepaskan kaca matanya lalu berjalan kearah pintu keluar. “Rhein, bagaimanapun juga kita butuh istirahat, kita akan melanjutkan besok. Danny, kau janji akan mentraktirku malam ini, ayo!” Henry melepaskan jas putihnya.


Danny berdehem sebelum akhirnya mendongak ke arah Henry. “Dimanapun kau mau, kawan. Penelitian ini akan menyelamatkan banyak nyawa. Tapi kita tidak ingin mati karena kelaparan kan? Rhein mau bergabung? Kita bisa menjemput Vio diperjalanan menuju restoran” 


Rheinhart tidak menanggapi ajakan kedua rekannya itu. Dia hanya menggeleng dan bergegas bangkit menuju papan tulis besar di tengah ruangan. Tangannya dengan cekatan menuliskan rumus-rumus yang sepertinya bermunculan tanpa henri di otaknya yang cemerlang. Dannya dan Henry saling berpandangan, lalu berjalan gontai menuju papan tulis yang sama.


About Me