topbella

Wednesday, January 18, 2023

Everglow (Part 8)

Ana-anak saling meringkuk, memeluk lutut mereka. Vio menatap mereka satu persatu dengan pandangan menenangkan. Dia berusaha memberikan senyuman yang meyakinkan “kalian hebat, kita akan baik-baik saja”. Beberapa menit berlalu, meskipun rasanya lama sekali, tapi karena suara gaduh masih terdengar di luar, Vio tetap meminta anak-anak untuk tetap dalam posisi mereka. Dia memberikan isyarat dengan mengibaskan tangannya, meminta mereka untuk mendekat padanya, mereka beringsut merapat, anak-anak berumur lima tahun itu saling menguatkan. 


Vio telah membersamai anak-anak ini selama dua tahun. Dia mengenal mereka dengan baik. Memahami ketakutan dan kepanikan di mata mereka. Sepertinya mereka tahu bahwa kali ini mereka tidak sedang berlatih. Saat latihan, biasanya mereka masih akan sesekali tertawa, dan mereka berlindung di belakang lemari ini sebentar saja. Namun kali ini, lebih lama dari biasanya. Vio menangkap rasa gelisah dan kekhawatiran yang mulai terasa di ruangan sempit di balik lemari di belakang kelas itu, hingga dia berusaha mengusap dan membelai sepuluh anak-anak yang bergantung padanya itu dengan lembut.


Vio menatap pintu masuk ke ruang persembunyian mereka sekali lagi, memastikan dia telah menguncinya dengan baik. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali, menenangkan dirinya sendiri, pintu utama kelas juga telah dia kunci dengan benar. Vio memfokuskan telinganya, sepertinya keadaan di luar telah semakin tenang.


Dia berdiri untuk memeriksa keadaan di luar dengan menempelkan telinganya ke pintu besi yang dingin, matanya mengawasi layar monitor yang memperlihatkan keadaan di dalam kelasnya. Anak-anak menatapnya dengan ingin tahu. Vio menempelkan jarinya pada bibirnya agar anak-anak tetap diam, dia mendengar pergerakan di dalam ruang kelasnya. Dadanya berdegup kencang. Asap telah memasuki ruang kelasnya. Dia melihat wajah yang dikenalnya samar-samar muncul di layar dari balik asap, lalu mendengar ketukan pelan di pintu yang memisahkan mereka dengan dunia luar. 


“Vio! Apakah kalian di dalam? Apakah kalian baik-baik saja?” Vio terlonjak mendengar suara Henry di luar. Dia membuka pintu perlahan dan mengintip keluar, memastikan bahwa keadaan benar-benar telah aman. Sangat melegakan melihat Henry dan pasukan pengamanan telah mengatasi situasi. Vio memberi isyarat pada anak-anak untuk keluar dari ruangan bersamanya. Mereka semua bergerak keluar sambil tetap berpegangan satu sama lainnya.


Situasi telah benar-benar terkendali. Mereka semua berkumpul di ruangan olah raga yang besar. Anak- anak duduk berkelompok berdasarkan kelas masing-masing dengan guru pendamping mereka. Sementara staf sekolah sibuk hilir mudik, mendata semua murid, memberikan tanda pengenal, dan berbicara pada alat komunikasi mereka. 


Anak-anak akan dijemput oleh orang tua atau yang mewakili mereka masing-masing, dengan tanda pengenal atau surat kuasa yang diberikan oleh wali mereka, tanda pengenal ini harus mereka tunjukkan di depan gerbang sekolah. Murid-murid pergi bersama orang tua atau wali mereka satu persatu. 


Vio masih menggenggam tangan kecil Ivanna ketika salah seorang staff memanggilnya. Dia berdiri tanpa melepaskan genggamannya pada gadis kecil yang kebingungan itu. Di kelas Vio, hanya dia yang belum dijemput oleh siapapun. 


“Suami mu” Kata John singkat sambil menyodorkan telepon satelit hitam dan berat padanya.


“Hi Beib, Aku baik-baik saja”. Vio berkata lirih penuh penyesalan, dia bersikap tegar sejak tadi di hadapan anak-anak, juga saat Henry memeluknya, hatinya begitu lega dan bersyukur karena semua orang selamat, walau ada dua orang guru yang terluka. Para bandit itu mengobrak-abrik ruangan kelas yang lain, dan melewati ruang kelas Vio karena letaknya berada di lantai tiga, dan petugas keamanan berhasil melumpuhkan mereka sebelum mereka mencapai ruang kelasnya.


Suara Rey terdengar begitu cemas dan penuh rasa bersalah, “Aku akan menjelaskan semuanya nanti, apakah Ivanna masih bersamamu?” 


Vio menatap tangan kanan Ivanna yang masih berada dalam genggamannya, mata gadis kecil itu terpejam, tangan kirinya memeluk erat kaki kanannya, kepalanya mulai terkulai. Vio duduk dan meletakkan kepala gadis kecil itu dipangkuannya, mengusap rambutnya. “Dia bersamaku, tunggu..” Vio tidak melanjutkan kata-katanya. Mengapa suaminya menelpon untuk menanyakan muridnya?  




0 comments:

Post a Comment

About Me