topbella

Thursday, January 19, 2023

Everglow (Part 9)

 


Now

Vio mengerang perlahan ketika mendengar suara getaran gawai dari meja disamping tempat tidurnya. 


“Yes, Mom” Vio memutuskan untuk mengangkat telepon dari ibunya, dia pasti sangat mencemaskannya karena sejak kemarin Vio mengabaikannya. 


“Apa kau sudah makan, Nak?” Suara ibunya terdengar begitu lelah. Ibunya adalah kepala pusat laboratorium penelitian.


“Aku belum lapar, bagaimana dengan ibu?” Vio meregangkan tangannya, sambil tetap menutup mata “Aku ingin tidur sebentar lagi” katanya. 


Ibunya tahu, Vio ingin menghindarinya, maka dia tidak membantah. “Jangan lewatkan meminum obat agar kakimu segera membaik, aku menyayangimu”.


Vio tersenyum, dia tidak seharusnya merasa kesal kepada ibunya, tapi perasaannya mengatakan, kalau orang tuanya menyembunyikan sesuatu darinya, dan dia tidak suka itu. Dia tidak pernah suka rahasia, sejak kecil, bentuk kejutan hadiah ulang tahun pun dia membencinya. Dia memilih untuk pergi bersama saat membeli kado untuknya, atau membantu menghias rumah untuk pestanya. “Ok” jawabnya singkat.


“Ayahmu ingin menelepon, tapi saat ini dia sedang berada di luar jangkauan, kurasa dia akan menghubungimu secepatnya ketika mendarat”. Ibunya menambahkan. Masih mencari-cari bahan pembicaraan, ingin mengobrol lebih lama. 


Mereka selalu berbicara di telepon setiap hari. Ibunya adalah sahabat baiknya, tapi mengapa perasaannya sedang sangat kesal saat ini, dia hanya ingin tidur. 


Tapi ibunya mengenalnya dengan baik, “Kamu masih kesal karena kakimu?” Dia tidak menyerah. Apabila seorang ibu menginginkan sesuatu, maka dia akan bertekad untuk mendapatkannya, dan sepertinya ibunya sangat ingin tahu apa yang sedang dia rasakan.


“Mom, ada seorang pemuda, jangan salah sangka, aku tidak pernah melihatnya sebelumnya, tapi.. Dia seperti.. Seseorang yang sangat.. Aku..tidak tahu bagaimana menjelaskannya..dekat?” Vio akhirnya membuka matanya, dia berbaring ke kiri, dan meletakkan gawai di bawah telinganya.


“Seorang pemuda?!” Suara ibunya meninggi. “Tentu saja! Pemuda yang menyelamatkanmu dari kanal?” Dia terdengar begitu antusias.

“Hmm.. Henry mengatakan sesuatu?” Vio bertanya penuh selidik, pantas saja ibunya tidak mencecarnya dengan berbagai pertanyaan, Henry telah menceritakan semuanya.


“Henry hanya mengatakan soal itu. Dia tidak mengatakan kalau kau menaruh hati pada pemuda itu”. Ibunya menggodanya.


“Apa? No! Aku hanya.. Entahlah.. Dia hanya terlihat..” Vio tidak meneruskan saat mendengar ibunya tertawa. 


“Jangan marah sayang, ayolah.. Kau sudah 21 tahun, dan baru kali ini kita membicarakan seorang pemuda, bayangkan betapa bahagianya aku” Mendengar nada kebahagiaan yang tulus dari ibunya, Vio tersenyum, dalam hati dia setuju dengan ibunya. Vio membicarakan tentang pemuda itu selama lebih dari tiga puluh menit lagi dengan ibunya. Perasaannya menjadi lebih baik sekarang. Hingga dia merasakan perutnya bergejolak karena lapar.


Vio tidak mengakui perasaan kesal yang dirasakan seharian ini karena dia melihat bagaimana gadis-gadis itu mengerubungi pemuda yang dia ceritakan pada ibunya tadi. Sudah pukul delapan malam, karena melewatkan makan siang, kini dia merasa benar-benar lapar. 


Dia berpikir untuk pergi ke kantin sambil menghirup udara segar. Kantin pasti tidak terlalu ramai karena telah lewat waktu makan malam. Dan begitu Vio sampai di sana, benar saja, hanya ada beberapa anak yang sedang menikmati hidangan mereka. Beberapa diantaranya Vio kenal karena pernah pergi ke Afrika bersama dalam misi kemanusiaan. Vio mengangguk dan tersenyum pada mereka dari jauh.


“Hey!” Vio menoleh mendengar seseorang menyapanya dari belakang. Rey.


“Hai” Vio menjawab dengan canggung. Dia menunjuk beberapa menu pada petugas kantin. Alisnya berkerut, dalam hati dia bertanya-tanya kenapa Rey masih ada di lingkungan asrama kampus? “Aku sungguh-sungguh yakin tidak pernah melihatmu” Katanya.


“Aku baru mendaftar tadi pagi” Rey menjawab singkat. Dia memesan menu makanan yang sama dengan Vio, lalu tersenyum ke arahnya.


“Tentu saja”. Katanya sambil memutar bola matanya.


“Kau tidak mengenalku sekarang, tidak di sini, tapi aku sangat mengenalmu, kita saling mengenal dengan baik satu sama lain, di dunia yang lain”. Rey mengatakan semua itu dengan tenang, lalu berjalan melewatinya dan mengambil nampan berisi makanan yang mereka pesan. Membayarnya, lalu berjalan ke meja terdekat. 


Vio masih terdiam, mematung, berusaha memahami apa yang baru saja Rey katakan padanya. Dia membalikkan tubuhnya, dan melihat Rey sedang mengatur makanan di meja untuk mereka berdua. Vio memiringkan kepalanya, ekspresinya melembut, ada yang aneh, pemandangan di hadapannya, Rey menuangkan minuman ke dalam gelas, dan mulai memotong-motong daging di piringnya. Entah mengapa terlihat begitu “familiar”, dan itu membuat jantungnya berdetak lebih kencang.


0 comments:

Post a Comment

About Me