topbella

Thursday, January 5, 2023

Mom, Temanku Bilang Dia G*Y (Bagian Ketiga)

 

Saya memahami bagaimana dunia “menyimpang” tersebut telah begitu merajalela. Propaganda yang mereka lalukan sungguh masif, disemua bidang, dari segala sisi. Merambah sampai ke bidang yang saya rasa “tidak masuk akal” sekalipun. Dengan kekuatan seperti itu, seakan-akan semua pihak berlomba-lomba menunjukkan dukungan mereka kepada golongan ini.


Entah apa yang terjadi, hal yang dulunya tabu dan memalukan, berubah menjadi tren dan bagian dari “gaya hidup” modern. Logo mereka dapat ditemui dimana saja. Label makanan, perusahaan terkemuka, sampai tokoh olah raga, dengan bangga menyematkan warna pelangi, sebagai aksesori dan dukungan, atau mereka menyebutnya dengan “pemahaman” yang sejatinya sama saja untuk saya.


Saya sungguh tidak menyangka, betapa dekatnya fitnah dunia yang satu itu, menjangkau sampai ke pusat pendidikan anak-anak saya. Suatu hari, guru pendamping anak bungsu saya menyodorkan satu buku pilihan untuk dibawa pulang sebagai salah satu pekerjaan rumah yang harus dibaca dan diceritakan kembali oleh anak saya pada minggu berikutnya. 


Parents” kurang lebih demikian judul yang tertera di sampul bukunya yang berwarna kuning keemasan. Napas saya tertahan sejenak melihat sampul buku yang menampilkan tiga lingkaran mengitari tulisan keemasan itu. Lingkaran pertama diisi oleh dua orang wanita yang saling tersenyum berhadapan, lalu lingkaran kedua adalah gambar dua orang pria yang saling bergandengan tangan, lingkaran ketiga di sudut kanan atas, ada seorang lelaki dan seorang perempuan yang sedang melambaikan tangannya. Demi sopan-santun, saya tetap menjaga ekspesi saya dihadapan Mrs. Oslon yang hari ini begitu manis atasan merah muda. 


“Boleh saya lihat sebentar” tanya saya sambil meraih buku dari tangannya.

“Tentu saja, saya sengaja memperlihatkannya kepada anda. Saya ingin meminta pendapat anda  terlebih dahulu” jawabnya, matanya menatap saya penuh arti. Mrs. Olson adalah istri kepala sekolah ini, mereka telah tinggal di negara ini cukup lama. Saya yakin mereka memahami bagaimana budaya, adat istiadat dan norma-norma, bahkan agama memiliki aturan yang ketat.

Saya tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada pengertiannya. Setelah membaca cepat buku delapan halaman penuh gambar tersebut. Saya lalu mengembalikannya kepada Mrs. Olson dengan menggeleng. Saya meminta maaf dan karena buku itu tidak saya aperkenankan untuk dibaca oleh anak saya yang baru berusia enam tahun. Belum saatnya, begitu saya menjelaskan secara singkat padanya. 

“Ya, akan datang saatnya nanti” Mrs. Olso mengedipkan matanya.

Oh Tidak! Pikir saya.


0 comments:

Post a Comment

About Me