topbella

Monday, February 17, 2020

Seni Mengenal Manusia dan Kemampuan Bertanya

Sejak kecil, anak-anak sudah terbiasa menanyakan apa saja yang mereka tidak pahami, mengenai berbagai hal, apa saja yang mereka ingin ketahui.

Setiap harinya, selalu ada saja yang mereka tanyakan. Mulai dari pertanyaan yang dapat saya jawab dengan mudah “Apa bahasa indonesianya ant?,” sampai yang saya harus mencari bantuan untuk menjawab “kenapa disebut semut?,” πŸ˜’πŸ˜….

Sebagai orang tua yang mengajari anak-anak untuk belajar bicara, mulai mengembangkan rasa ingin tahunya, sampai melatih kepercayaan dirinya sehingga mampu memyampaikan rasa keingin tahuannya itu dengan baik dan benar, harus belajar memahami juga bahwa tidak semua pertanyaan harus mempunyai jawaban yang dapat mereka mengerti, misalnya, “Kenapa aku tidak bisa melihat Allooh?”.
Meminta anak untuk bersabar mendapatkan jawaban, atau menahan diri untuk tidak bertanya  terlebih dahulu karena kita sedang berada di kamar mandi, misalnya, membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

🌸🌼☘️🌸🌼☘️🌸🌼☘️🌸🌼☘️🌸🌼☘️🌸🌼

Kami sedang menunggu Hisyam yang baru saja berhasil mengayuh roda duanya. Sangking bahagianya, dia terus mengayuh mengikuti garis pembatas lari yang mengelilingi lapangan sepak bola tanpa henti. Sedang tidak latihan malam ini, hanya ada kami, dan beberapa orang yang sedang berjoging atau berjalan santai menikmati udara yang sejuk sejak pagi. 

Saya duduk menunggu dan memperhatikannya dari kursi penonton yang bersusun-susun di pinggir lapangan. Kemampuannya mengendalikan sepeda untuk tetap berada di jalurnya, atau berbelok dan berpindah jalur ketika berpapasan dengan orang lain sudah semakin membaik.

Tiba-tiba anak saya yang ke tiga menunjuk pada seorang laki-laki tua yang sedang berjalan tertatih-tatih dengan tongkatnya, “Kenapa kakek itu hanya mempunyai satu kaki?”, tanyanya, ”Bolehkah aku mendatanginya?”.

Saya terdiam sejenak, saya melihat bapak tua itu duduk di pinggir lapangan di ujung sebelah kiri sekarang, dibantu oleh anak laki-laki dari kelas 5. Saya sering melihat anak itu di sekolah. “Silahkan,” jawab saya pendek.

Anak saya yang ketiga ini memang memiliki kepercayaan diri yang tinggi, usianya baru 4th, tapi dia tampak tidak ragu untuk berjalan seorang diri melintasi lapangan untuk memuaskan rasa ingin tahunya.

Tidak lama kemudian, Isti sudah kembali duduk di samping saya. Nafasnya terengah-engah karena berlari. “Bapaknya tidak bisa berbahasa inggris,” katanya, “Dia kakeknya, baru datang dari India minggu lalu, kakinya sakit, sudah dipotong oleh dokter”, lanjutnya. “Sekarang kakek sudah sembuh, harus rajin berolah raga, kakek akan pulang ke India bulan depan.” Cerita itu mengalir deras dari bibirnya yang mungil.







#janganlupabahagia
#jurnalminggu5
#materi5
#kelastulat
#bundacekatan
#buncekbatch1
#buncekIIP
#institutibuprofesional

0 comments:

Post a Comment

About Me