Alhamdulillaahi bini'matihi tatimusshoolihah..
Sampai juga di #level 9. Tapi, membaca tema besar materi kali ini, kepala langsung berputar cepat. Memelihara dan mengembangkan kreatifitas? Apakah aku adalah seorang yang kreatif? Lebih dari pada itu, seorang ibu yang kreatif?.
Materi awal saat diskusi dengan ibu-ibu lainnya dan fasilitator kelas, gambar abstrak yang dibagikan, juga latihan menghubungkan titik, membuat jantungku berdetak lebih kencang. Jangankan membuat kerajinan tangan, membuat dua garis dengan bantuan penggaris saja masih tidak bisa sejajar.
"Aaah.. ini adalah level dimana aku harus lebih semangat dan lebih giat belajar". Batinku.
Menebak gambar abstrak jelas bukan keahlianku, bahkan saat beberapa orang ibu sudah berhasil membaca tulisan dari gabungan gambar abstrak, otakku masih harus menerjemahkan dan menggabungkan informasi dari jawaban ibu-ibu itu, dengan potongan gambar yang aneh. Alhamdulillaah.. setelah beberapa saat, akhirnya memahami, bahwa tulisannya justru ada di sela-sela jarak antar potongan puzzlenya.
Dulu, saat masih duduk di bangku SLTP, Bu Manik-manik (kami memanggil beliau seperti itu, karena beliau mengajar mata pelajaran Keterampilan, dan yang diajarkan adalah merangkai manik-manik, akhirnya, sampai sekarang saya tidak ingat nama asli beliau, maaf ya bu ๐), dengan wajah masam menatap kami satu persatu dari mejanya.
"Saya kecewa dengan kalian, banggalah dengan hasil karya kalian, jangan beli, buat! Walaupun hasilnya jelek seperti ini..." kata beliau dengan sedih, sambil mengacungkan sebuah sarung pulpen dari manik-manik, aaah.. itu buatanku.. yaaa.. jelek seperti ini.. katanya.. ๐ข
"Buat prakarya dengan tangan kalian sendiri.. walaupun jelek seperti ini". Kata beliau lagi, dan.. ya.. sambil terus mengacungkan sarung pulpen berwarna biru buatanku itu.
Bu Manik-manik terus menceramahi kami sampai 30 menit kemudian, dengan menyebut "jelek seperti ini" dan terus menerus mengacungkan hasil karyaku itu. Apa yang harus ku rasakan... aah.. kenangan yang.....ihiks..
๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ๐ธ
"Umie! Aku harus ke toilet dulu, benar-benar sudah tidak tahan lagi!" Seru Abang Hazim, diapun bergegas melepas kaos kakinya yang baru terpasang sebelah.
"Abang.... kita akan terlambat!" Seru Hisyam menimpali.
Yeup! Sudah pukul 7.15 pagi. Gerbang belakang akan ditutup pukul 7.25. Kalau gerbang belakang ditutup, maka kami harus memutar sampai gerbang utama sekolah. Jarak yang cukup jauh dengan suhu 40 'C dan berjalan kaki selama 15-20 menit. Kami cukup berjalan kaki selama 3-5 menit apabila melewati gerbang belakang sekolah.
"Apakah kita sudah terlambat?" Tanya Abang Hazim sambil bergegas menyambar tasnya. Kami sudha gelisah menunggu di halaman. Saya melirik jam tangan dengan cepat. 7.23!
"Kita hanya punya waktu 2 menit! Cepat!". Jawab saya. Menyambar tas Hisyam dengan tangan kiri, dan menggandeng tangan Hisyam dengan tangan kanan.
"Aku akan berlari sangat cepat, dan meminta ketua murid untuk menahan pintunya!" Seru Abang Hazim sambil berlari dan menarik tasnya.
"TUNGGUUUU... Heeeeeyyy!!! JANGAN KUNCI GERBANGNYA!!!! KAMI DATAAAAANG...!!!" Suara teriakan Abang bersahut-sahutan dengan suara roda tas ranselnya.
Gerbang belakang sekolah ini, satu arah dengan rumah kami. Saya melihat Ketua Murid membuka pintu gerbang dan menengok keluar dengan terkejut.
"Waah... kalau kau tidak berteriak, aku tidak akan tau kau sudah begitu dekat" sapanya dengan senyum ramah, sambil menahan pintu agar terbuka untuk kami.
Abang Hazim menunduk, nafasnya terengah-engah. Saya meminta Hisyam berlari terlebih dahulu, karena saya harus menunggu Isti yang berlari-lari kecil di belakang. Ada dua anak yang muncul dari blok sebelah kanan, melihat kami berkerumun di pintu gerbang, Mereka mengayuh sepedanya dengan lebih kencang.
Lalu muncul lagi 3 anak perempuan yang menyeret-nyeret ransel mereka dengan cepat.
"Tunggu mereka juga" kata abang Hazim pada Ketua Murid yang selalu bertugas mengunci gerbang belakang ini.
"Sebaiknya, setiap pagi, kau harus membuka pintu dan menengok keluar sebelum menguncinya" kata saya dengan nafas tersengal-sengal.
"Waah.. Ide bangus sekali". Jawab Ketua murid, dengan masih tersenyum manis. Selama ini, meskipun sudah sangat dekat, banyak anak yang terlambat masuk melalui pintu gerbang belakang yang selalu tertutup. Ketua murid mengunci pintu dari dalam, tanpa membuka pintunya terlebih dahulu.
"Kau pahlawan kami, Hazim. Kami semua mendengar teriakanmu". Kata anak laki-laki yang mengendarai sepeda. Dia menghempaskan sepedanya begitu saja ke pasir, lalu berlari masuk ke dalam sekolah. 7.30 tepat, dan bel tanda pelajaran akan segera dimulai telah berbunyi. Tiga anak gadis kecil dari blok sebelah kiri juga sudah sampai. Gerbang sekolah ditutup dengan bunyi berdenting yang keras.
Saya terpaku di depan pintu gerbang, dan teringat pada ibu di kampung halaman. Suatu hari, saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar, kami semua menonton berita, tentang suatu daerah pelosok di Indonesia, yang dilanda kelaparan.
"Kok bisa kelaparan, mbok yo nanam sayur apa gitu wong tinggalnya dikebun gitu kok, melihara ayam, bisa dimakan telurnya, kasihan banget anaknya sampai nangis-nangis begitu kelaparan, jadi ibu itu harus kreatif!" Ibu saya mengomentari berita itu dengan kesal.
Saat itu, hanya tersisa uang 10 ribu, lalu ada tetangga meminjam uang karena anak-anaknya kelaparan, ibu pun memberinya 5 ribu. Lalu dengan sisa 5 ribu itu, ibu membeli beras 3 ribu, dan tempe 2 ribu. Memetik lombok dan kangkung di halaman belakang, lalu kita makan bersama-sama. Sampai hari ini, tempe yang dipenyet di sambel bawang, dimakan sengan kangkung rebus, adalah makanan terenak yang pernah ku makan.
Yeup! Ibu itu harus kreatif, walaupun belum bisa menemukan waktu yang tepat untuk "menjadikan sesuatu yang bermanfaat lain" pada tumpukan kotak sepatu di pojok dapur, tapi, menjadi kreatif dalam menghadapi tantangan-tantangan kehidupan setiap harinya, InsyaaAllooh saya siap!
Hidup yang dinamis, hati dan fikiran yang terus terpacu untuk menjadikan hidup di dunia dijalani dengan bahagia, dan akhirnya bisa bersama-sama masuk ke dalam surga! Siaap!.
Tidak akan menyerah sampai akhir, seperti Abang Hazim yang berteriak dan berlari kencang pagi ini, hambatan yang muncul dalam hidup kita, bukan masalah... tapi TANTANGAN yang harus ditaklukkan.
Bismillaah... optimis dengan materi kali ini.
2 comments:
Ah, ini tulisannya menghangatkan hati sekali. Terima kasih inspirasinya, Abang Hisyam. Terima kasih sudah menuliskannya, mbak Fifta.
Setiap kali saya membaca ini, hati saya juga merasa hangat mbak. Terima kasih sudah "merasakannya"ya mbak Alfa :*
Post a Comment